AKU DI UTUS UNTUK MENYEMPURNAKAN AKHLAK
Guru sebagai komunikator dituntut mempunyai keterampilan berkomunikasi yang baik agar proses pembelajaran berjalan dengan maksimal dan memberikan kesan yang baik kepada siswa. ... Guru merupakan sumber utama dalam menentukan kesuksesan belajar siswa. Paham atau tidaknya siswa tergantung bagaimana guru menjelaskan (https://ojs.pps-ibrahimy.ac.id/index.)
Sebelum saya mengulas pengalaman luar biasa yang saya alami hari ini. Saya ingin sedikit bercerita, mungkin agak panjang. Demi Allah kisah ini sangat penting bagi siapapun. Baik anda sebagai orang tua apalagi seorang guru yang menghadapi berbagai karakter anak. Sebagai manusia guru juga punya problem dalam kehidupannya. Namun saat berada di kelas tetaplah AKHLAK sebagai guru yang harus di kedepankan. Disinilah peran IMAN dan IHSAN berperan.
Seorang guru bisa hanya sekedar bekerja, atau benar-benar menjalankan perannya sebagai pendidik,sebagai seseorang yang menyiapkan generasi masa depan. Seorang guru punya banyak peran. Salah satu perannya adalah sebagai KOMUNIKATOR. Nah mari kita ulas!
Saya lebih suka membungkus semua PERAN GURU itu dalam satu kata AKHLAK MULIA TERHADAP MURID titik tanpa koma. Bahwa semua perkataan , sikap, pikiran kita semua adalah pengejawantah dari IMAN dan ISLAM kita. Bukankah Nabi Muhammad Sholalahu 'alaihi Wasalam di utus untu menyempurnakan akhlak mulia. Tujuan utama seluruh ibadah kita adalah membenahi akhlak. Lebih-lebih seorang guru. Yang pasti menjadi suri teladan, menyebarkan pembiasaan kebaikan kepada anak didik.
Kembali kepada niat saya untuk sedikit menceritakan betapa luar biasanya pengaruh tindakan (perlakuan/akhlak) bagi seorang anak. Kisah ini saya jumpai di buku Muhammad Faudzil Adzim "Segenggam Iman Anak Kita", hal. 120.
Ada seorang tokoh Psikologi, yang terkenal dengan ucapannya,
"Berikan kepadaku selusin anak-anak sehat , tegap, dan berikan dunia yang aku atur sendiri untuk memelihara mereka. Aku jamin, aku sanggup mengambil seorang anak sembarangan saja dan mendidiknya untuk menjadi tipe spesialis yang aku pilih-dokter, pengacara, seniman , saudagar, dan bahkan pengemis dan pencuri tanpa memperhatikan bakat, kecenderungan, tendensi, kemampuan, pekerjaan, dan ras orang tua."
Ia tidak main,-main, bersungguh-sungguh. ia mulai menerapkan teorinya. Ia melakukan percobaan, bukan kepada kelinci . Namun seorang anak yang lucu dan cerdas bernama Albert. Usianya baru 11 bulan, ibunya seorang pengasuh di sebuah tempat perawatan anak cacat.
Sekarang rasa takut ingin ia ciptakan. Saat Albert hendak bermain dengan tikus putih kesayangannya lalu menunjukan perilaku hendak menyayangi bintang itu , lempengan baja keras-keras dipukul tepat di belakang kepalanya. Albert bukan saja ketakutan , tersungkur jatuh dan menelungkup mukanya ke atas kasur. Wajahnya pucat dan takut luar biasa ( semoga kita tidak pernah melihat siswa kita memandang kita dengan ketakutan seperti Albert).
Proses mengerikan itu terus di ulang. Hingga tiap tikus itu diperlihatkan kepada Albert, suara pukulan baja keras tepat di belakang kepala Albert. Ketakutan Albert semakin menjadi-jadi. Hingga Albert bukan saja takut kepada tikus. Ia juga ngeri melihat kelinci, anjing, baju berbulu, apa saja yang memiliki kelembutan bulu seperti tikus putih miliknya. Albert yang lucu dan cerdas sekarang berubah menjadi sakit jiwa . Para peneliti bermaksud menyembuhkannya lagi jika memungkinkan, tetapi ibu Albert membawa pergi meninggalkan rumah perawatan itu. Dan tidak ada yang tahu nasib Albert, sementara pihak yang berwenang tidak berusaha keras menemukannya. Anak itu pergi diiringi tangis orang tuanya yang tidak ada hentinya.
J.B. Watson, yang menyebabkan anak itu menderita seumur hidup, menjadi orang yang dikagumi karena penemuannya. Saya juga ikut "berterimakasih" kepadanya. Setidaknya dia berjasa memberikan contoh BURUKNYA PERLAKUAN TERHADAP ANAK. Setidaknya kita tidak perlu mengulangi kebodohan yang serupa. Atau jangan-jangan kita sebenarnya lebih kejam daripada Watson? Kita bentak dengan kasar setiap kesalahan anak-anak didik kita, dengan dalih mendidik. Alih-alih melindungi anak-anak yang bermasalah, berperilaku buruk, dan segala kekuarangan di mata kita. Namun malah komunikasi buruk kita lontarkan!naudzubillah.
Boleh jadi kita tidak segila Watson, tetapi kita menyebabkan anak-anak kita RAPUH JIWAnya karena komunikasi yang salah. Alih-alih anak berubah lebih baik, tetapi justru menciptakan rasa takut dan benci ke dalam sanubari anak-anak.
Mari kita bahas salah satu peran guru yaitu KOMUNIKATOR. Guru merupakan sumber utama dalam menentukan kesuksesan belajar siswa. Faham atau tidaknya siswa tergantung bagaimana guru menjelaskan. Menarik atau tidaknya pembelajaran juga tergantung guru dalam mendesain pembelajaran dan mengkondisikan suasana. Guru sebagai komunikator dituntut mempunyai keterampilan berkomunikasi yang baik agar proses pembelajaran berjalan dengan maksimal dan memberikan kesan yang baik kepada siswa.
Saya menemukan contoh LUAR BIASA pagi ini!. Terjadi sesaat sebelum berdoa setelah sholat Dhuha. Pak Yahya bertanya dengan pertanyaan filosofis tingkat tinggi.
Apa amalan keutamaan yang dianjurkan pada hari Jumat? saya berada persis di sebelah kelas 6 putra sambil mengamati respon mereka. Tentu sayapun penasaran, apakah anak-anak tertarik terhadap pertanyaan itu.
Sebagian menjawab sholat Jumat, dzikir, sedekah. Pak Yahya membantu dengan stimulus keren.
Kalau Allah memerintahkan kita sholat apakah Allah ikut sholat? Tidak!
Kalau memerintahkan kita puasa apakah Allah ikut puasa? Tidak!
Allah memerintahkan kita zakat, sedekah , infaq, haji mencari ilmu segala kebaikan yang lain, namun Allah tidak ikut melakukannya.
Namun perintah bersholawat kepada Nabi Muhammad Sholalalhu 'alaihi Wasalam. Apakah Allah juga ikut bersholawat? Coba kita tengok Q.s. Al Ahzab ayat 56 :
Komentar
Posting Komentar